KRITIK
ARSITEKTUR
KRITIK
DESKRIPTIF MASJID RAYA SUMATRA BARAT
Kritik
Arsitektur Deskriptif
Kritik Arsitektur
Deskriptif bersifat tidak menilai, tidak menafsirkan atau semata-mata membantu
orang melihat apa yang sesungguhnya ada. Kritik ini berusaha mencirikan
fakta-fakta yang menyangkut sesuatu lingkungan tertentu.
Dibandingkan metode
kritik yang lain metode kritik deskriptif tampak lebih nyata (faktual)
deskriptif mencatatat fakta-fakta pengalaman seseorang terhadap bangunan atau
kota.
Kritik Arsitektur
Deskriptif terdiri dari 3 metode yaitu :
1.
Kritik Depiktif / Depictive Criticism
(Gambaran Bangunan)
2.
Kritik Biografis / Biographical
Criticism (Riwayat Hidup)
3.
Kritik Kontekstual / Contextual Critism
(Peristiwa)
Kritik
Arsitektur Deskriptif Masjid Raya Sumatra Barat
1.
Kritik Depiktif / Depictive Criticism
(Gambaran Bangunan)
Kritik depiktif tidak
dapat disebut kritik sepenuhnya karena tidakmenggunakan pernyataan baik atau
buruk. Kritik ini fokus pada bagian bentuk, material, serta texture. Kritik
depiktif pada sebuah bangunan jarang digunakan karena tidak menciptakan sesuatu
yang kontroversial dan dikarenakan cara membawakan verbal mengenai fenomena
fisik jarang provocative atau seductive untuk menahan keinginan pembaca untuk
tetap memperhatikan. Fotografi paling sering digunakan ketika ketelitian dalam
penggambaran bahan bangunan diinginkan.
2.
Kritik Biografis / Biographical
Criticism (Riwayat Hidup)
Masjid raya sumatra
barat juga dikenal dengan “masjid mahligai minang” masjid ini masjid terbesar
di sumatra barat, terletak menghadap jalan khatib sulaiman, kecamatan padang
utara, kota padang. Masjid ini sejak awal tahun 2012 dijadikan pusat kegiatan
keagamaan oleh pemerintah provinsi.
Nama bangunan : Masjid Raya Sumatra Barat
Lokasi : Kota padang, Sumatra Barat
Arsitek : Rizal
Muslimin
Luas tanah : 40.343 m²
Luas bangunan : 4.430 m²
Daya tampung : 5000-6000 orang
Arsitektur masjid ini
memakai rancangan yang dikerjakan oleh arsitek rizal muslimin, pemenang
sayembara desain yang diikuti oleh 323 arsitek dari berbagai negara pada tahun
2007. Kosntruksi bangunan dirancang menyikapi kondisi geografis sumatra barat
yang beberapa kali diguncang gempa berkekuatan besar. Menurut rancangan,
kompleks bangunan akan dilengkapi pelataran, taman, menara, ruang serbaguna,
fasilitas komersial, dan bangunan pendukung untuk kegiatan pendidikan.
Masjid raya sumatra
barat menampilkan arsitektur modern yan tak identik dengan kubah. Atap bangunan
menggambarkan bentuk bentangan kain yang digunakan untuk mengusung batu hajar
aswad. Ketika empat kabilah suku quraisy di mekkah berselisih pendapat mengenai
siapa yang berhak memindahkan batu hajar aswad ke tempat semula setelah
renovasi kabah, Nabi Muhammad SAW memutuskan meletakkan batu hajar aswad di
atas selembar kain sehingga dapat diusung bersama oleh perwakilan dari setiap
kabilah dengan memegang masing-masing sudut kain. Ruang utama dignakan untuk
sholat, dilantai dua adalah ruang lepas. Lantai dua dengan elevasi tujuh meter
dapat diakses langsung melalui ramp, teras terbuka yang melandai ke jalan.
Dengan luas 4.430 meter persegi, lantai dua diperkirakan dapat menampung
5000-6000 jemaah. Lantai dua ditopang oleh 631 tiang pancang dengan pondasi
poer berdiamter 1,7 meter pada kedalaman 7,7 meter. Dengan kondisi topografi
yang masih dalam kedaaan rawa, kedalaman setiap pondasi tidak dipatok karena
menyesuaikan titik jenuh tanah-tanah. Adapun lantai tiga berupa mezanin
berbentuk leter U memiliki luas 1.832 meter persegi. Konstruksi rangka atap
menggunakan pipa baja. Gaya vertikal beban atap didistribusikan oleh empat
kolom beton miring setinggi 47 meter dan dua balok beton lengkung yang
mempertemukan kolom beton miring secara
diagonal. Setiap kolom miring ditancapkan kedalam tanah dengan kedalaman 21
meter, memiliki pondasi tiang bor sebanyak 24 titik dengan diameter 80
centimeter. Pekerjaan kolom miring melewati 13 tahap pengecoran selama 108 hari
dengan memperhatikan titik koordinat yang tepat.
3.
Kritik Kontekstual / Contextual Critism
(Peristiwa)
Kompleks masjid raya
sumatra barat menempati area seluas 40,343 m² di perempatan jalan khatib
sulaiman dan jalan ahmad dahlan. Bangunan utama yakni masjid terdiri dari 3
lantai dengan denah seluas 4,430 m². Perletakkan batu pertama sebagai tanda
dimulainya pembangunan dilakukan pada 21 desember 2007 oleh gubernur sumatra
barat gamawan fauzi. Sampai tahun 2012, pengerjaan pembangunan masjid telah
melewati 4 tahap. Tahap pertama untuk menyelusaikan struktur bangunan
menghabiskan waktu dua tahun sejak dimulai pada awal tahun 2008. Tahap kedua dilanjutkan
dengan pengerjaan ruang salat dan tempat wudu pada tahun 2010. Tahap ketiga
selama tahun berikutnya meliputi pemasangan keramik lantai dan eksterior
masjid. Tiga tahap pertama berjalan dengan mengandalkan akomondasi APBD Sumatra
Barat sebesar Rp 103,871 miliar, Rp 15,288 miliar, dan 31 miliar. Memasuki
tahap keempat yang dimulai pada pertengahan 2012, pengerjaan menggunakan
kontrak tahun jamak. Tahap keempat mengandalkan anggaran sebesar Rp 25,5 miliar
untuk menyelesaikan ramp, teras yang melandai ke jalan. Pekerjaan pun sempat
terhenti selama tahun 2013 karena ketiadaan anggran dari provinsi. Terkait
keterbatasan pendanaan, alokasi APBD Sumatera Barat untuk pembangunan masjid
semula direncanakan hanya sebagai dana stimulan. Pada awalnya, panitia
pembangunan yang diketuai oleh marlis rahman sempat menghimpun sumbangan
masyarakat untuk membantu pembangunan masjid disamping melakukan kerja sama
dengan pihak swasta dan negara timur tengah. Bantuan dari masyarakat dan
perantau, termasuk donasi via nada sambung hanya berjalan untuk tahap pertama
pembangunan. Adapun bantuan dari luar negeri, pemerintah Arab Saudi telah
berencana mengirimkan bantuan untuk mendukung pembangunan masji pada tahun
2009. Namun, bantuan Arab Saudi bernilai 50 juta dolar Amerika Serikat datang
bersamaan dengan gempa bumi sumatera Barat 2009 sehingga pemerintah melalui
badan perencanaan pembangunan nasional mengalihkan peruntukan bantuan untuk
keperluan rehabilitasi dan rekonstruksi di Sumatera Barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar